/* CURSOR CCS GENERATOR - BLOGTUTORIALS-01.BLOGSPOT.COM */ body { cursor:url("http://cursor.com/images/85a.gif"),default;}
RSS
Wecome to my Blog, enjoy reading :)

Kamis, 26 Desember 2013

Istana Dalam Penjara dan Penjara Menjadi Istana

Puisi essay karya Fery Mirnawati
 


Malam yang dingin
Tanpa selimut hidup
Tanpa selimut kehidupan, juga
Hampa...

Dimana ada kekosongan hati,
Disitu pula ada kehampaan
Hampa yang aku rasakan
Khilaf yang aku rasakan
Beribu penyesalan atas perbuatan itu
Sekarang harus ku pertanggungjawabkan


Di ruang yang hampa ini
Di ruang yang dingin ini
Di ruang yang penuh sesal ini
Di ruang yang penuh sesak kebatinan ini

Ingatanku kembali pada putaran masa lalu
5 tahun lalu yang merenggut nyawa istriku
Nyawa yang seharusnya akan terus menemaniku selamanya
Yang seharusnya menemaniku dalam hampa ini pula

5 tahun lalu istriku terserang penyakit asma
Penyakit yang sudah seharusnya aku tahu dari dulu
Aku juga tidak tahu,
Jika dia kumat, diawali dengan sesak napas
Disertai dengan batuk
Yang meninggalkan bercak darah di telapak tangannya

Hingga suatu ketika, istriku kumat
Dadanya sesak, mukanya pucat
Napasnya tersengal sengal seperti habis lari marathon
Dan berkata, sakit mas sakit!

Ya Allah, apa yang harus aku lakukan?
Dari raut mukanya,
Kulihat pula betapa sakit yang harus ia rasakan
Bagi denganku, istriku, kataku dalam hati
Dadaku nyeri sangat hebat ketika kupeluk dia erat,
Seakan merasakan apa yang ia rasakan

Segera kuambil obat di laci ruang tamu
Sesegera mungkin
Ketika kubuka laci, obat itu tidak ada
Dengan lemah, dan napas tersengal-sengal
Istriku berkata,
Obatnya habis mas.

Dengan secepat mungkin,
Kugendong istriku ke luar rumah
Kugotong menuju pinggir jalan besar
Menunggu angkot yang berhenti
Ya Allah, wajah istriku semakin pucat dan lemah

Kami tidak punya kendaraan
Tidak punya harta
Kami lepas dari orang tua
Semenjak 2 tahun lalu kami putuskan untuk kawin lari
Karena orang tua istriku tidak merestui hubungan kami

Kata mereka, aku pemuda tidak berpendidikan
Hanya buruh pabrik,
Tidak akan bisa membuat anaknya hidup bahagia
Tapi, atas dasar cinta
Istriku sanggup kawin lari denganku
Apapun resikonya

Waktu itu kami yakin
Kami akan berjalan tanpa orang tua
Mereka yang melepaskan kami begitu saja
Karena tak ada restu yang terlontar
Semua atm istriku diblokir
Semua uang darinya diambil

Kami mulai hidup benar-benar dari nol
Hanya modal hidup dari gaji buruhku yang pas-pasan
Itu pun habis setelah 4 bulan kemudian aku di PHK
Cobaan macam apa ini, jeritku dalam hati

Sesampainya di rumah sakit, kami ditolak
Ditolak karena aku tak punya sepeserpun uang
Karena hanya mengulurkan askes
Hatiku bergemuruh, kesal, sedih, marah
Haruskah semua itu dibayar dengan uang?
Sampai nyawa sekalipun?
Nyawa istriku

Ku berontak,
Menjerit di bagian resepsionis rumah sakit
Sampai semua orang melihatku dengan tatapan miris
Ya, hanya melihatku
Istriku menenangkanku dalam kelemahan

Sampai pada akhirnya
Aku diusir oleh satpam utusan mereka
Keluar dengan mata sayu,
Dengan tetap menggendong istriku
Sabar istriku,
Kataku dalam hati sambil mencium keningnya
Kini, kubertekad melakukan apa saja
Untuk keselamatan istriku

Mataku sudah gelap,
Dadaku bergemuruh
Istriku kuturunkan di depan rumah sakit
Aku berjalan menuju halaman depan
Barangkali ada yang bisa membantu
Sampai mataku ertuju pada sebuah motor
Milik pengantar susu

Motor itu terparkir tepat di dekat parkiran mobil
Dengan kunci masih tergantung
Segera aku lari menjemput istriku di depan rumah sakit
Ku gendong tubuh lemahnya
Aku membawanya lari menuju motor
Motor milik pengangkut susu tadi

Kuturunkan keranjang yang ada di jok
Sambil clingak clinguk,
Ku tempatkan istriku di jok belakang
Dan kupastikan dia aman
Semua kulakukan secepat kilat,
Tak peduli mereka

Aku hanya peduli dengan keselamatan istriku
Istriku yang telah kudapatkan
Dengan perjuangan setengah mati
Tak rela jika harus kehilangan dia begitu saja
Segala keadaan kan ku buat
Untuk terus bersamanya

Saat aku dan istriku hendak melaju
Bersama motor pengantar susu
Tukang susu itu berteriak
Dari kejauhan depan rumah sakit
Hei, kembalikan motor saya.
Tolong, ada maling!
Dengan sesegera mungkin, aku gas sekuat tenaga

Malang nian nasibku!
Satpam sudah berdiri tegak menghadangku di pintu masuk keluar
Tanpa dikomando,
Orang-orang datang menuju ke arahku
Mereka datang dengan muka beringas

Satpam menurunkan istriku,
Dan motor pun diserahkan kepada tukang pengantar susu
Sedangkan aku?
Aku telah berada di tengah-tengah kerumunan massa
Menerima pukulan-demi pukulan,
Tendangan demi tendangan
Cacian demi cacian
Sempat kulihat wajah istriku
Wajah yang makin pucat dan lemah

Dia berteriak sekuat tenaga
Sambil memegang dadanya menahan sakit
Jangan, jangan pukul suamiku. Cukup!!
Tapi, orang-orang tidak peduli
Mereka melampiaskan amarah mereka
Dengan begitu anarkis

Satpam yang melerai pun sia-sia usahanya
Sampai pada akhirnya tubuhku yang telah lemah
Wajahku biru lebam
Keluar darah dari mulutku, badan remuk
Semua pihak keamanan rumah sakit melerai
Dan akhirnya mereka pergi

Sudah sangat tidak mungkin
Jika aku membawa istriku ke rumah sakit lain
Dia memelukku, kemudian pingsan
Aku minta tolong kepada satpam
Untuk mengusahan agar pihak rumah sakit menanganinya

Istriku dibawa mereka ke dalam rumah sakit
5 menit kemudian polisi datang menjemputku
Tanganku diborgol, masuk mobil polisi
Di perjalanan, aku berdoa
Aku menyebut nama-Nya
Berharap nyawa istriku kan tertolong

Badanku sudah remuk redam
Rasa sakit yang menembus tulang
Inikah hukum di Indonesia?
Main hakim sendiri
Mereka tak tahu aku
Mereka tak tahu maksudku
Aku hanya berniat meminjam motor itu
Untuk membawa istriku ke rumah sakit lain

Tuhan, selamatkan nyawa istriku
Dia hartaku satu-satunya
Harta yang akan ku pertahankan
Selamanya

Dadaku sakit, sesak
Paru-paruku nyeri
Sudah sejak di bangku sekolah
Aku dinyatakan lemah jantung
Tapi kusimpan rapat
Dari keluargaku
Dari istriku

Sesampainya di kantor polisi
Aku dicerca berbagai pertanyaan
Dan kemudian digiring
Menuju...jeruji besi

Cipinang, itu rumahku sekarang
Rumahku yang berpintu besi,
terletak di Ibukota
Ibukota yang penuh
dengan semboyan ‘ketika uang berkata’
Semua bisa,
Jika ada uang menghadang


Sengsara, itu yang aku rasakan
Berjalan melewati koridor tahanan
Mereka, sesama tahanan menatapku,.
Entah apa arti tatapan itu
Mereka yang senasib denganku

Aku melewati ruangan yang tak biasa
Ruangan yang lebih besar
Dari ruang yang aku tempati saat interogasi tadi
Begitu bersih, begitu rapi
Tapi tetap berjeruji besi
Ruangan apa?

Beberapa langkah kemudian
Sampai pada hunianku
Bersama 5 orang lainnya
Menunggu udara kebebasan
Tempat dimana tidak seperti yang aku lihat tadi
Kumuh, sempit, dan dingin

Ingatanku melayang pada istriku
Sedang apa di sana?
Bagaimana keadaannya?
Siapa yang merawatnya?
Maafkan aku, istriku

Tepat pukul 20.00 WIB
Aku dikeluarkan dari jeruji besi itu
Dipertemukan dengan satpam
Satpam yang waktu itu mengusirku
Aku yakin dia membawa kabar
Entah kabar baik, atau...
Ahh, segera ku menghampirinya
Tidak sabar menunggu kabar dari istriku

Aku menjerit sekeras-kerasnya
Aku berontak membabi buta
Setelah mendengar kabar itu
Tuhan, kenapa secepat itu kau mengambil nyawanya
Nyawa hartaku satu-satunya
Kenapa Tuhan, kenapa?
Kenapa harus aku yang kehilangan?

Polisi menenangkanku
Kembali menyeretku ke balik jeruji besi
Tak berhenti aku menangis
Tak berhenti aku menyesal
Tak berhenti aku mengutuk diriku sendiri
Tak berhenti aku memukuli kepalaku

Mereka hanya melihatku iba
Salah satu di antaranya menghampiriku
Dia menepuk pundakku
Menyabarkanku
Menyadarkanku
Namanya Yono

Sampai tengah malam
Aku belum bisa tidur
Aku belum bisa ikhlas menerimanya
Aku belum rela kehilangannya
Yono menghampiriku kembali
Kami bercerita tentang hidup kami
Semua kucurahkan padanya
Dia bisa hidup di sini
Karena ‘maling ayam’

Sampai kesempatanku bertanya,
Tentang ruangan itu
Ruangan yang pernah kulewati
Yang kuamati secara sekilas
Tapi menimbulkan rasa penasaran yang luar biasa

Yono bercerita panjang lebar
Ternyata ruangan itu adalah istana
Istana dalam penjara
Yang hanya dihuni oleh orang berkocek tebal
Yang mempunyai kuasa
Yang mempunyai wewenang
Yang bisa mendapat semuanya dengan uang

Fikar Malik,
Salah satu penghuni dari 2 orang lainnya
Dalam ruangan itu[1]
Dia terlibat kasus penganiayaan
Menyebabkan adik kelasnya tewas
Sedangkan yang lain,
Andhika Gumilang, suami siri Malinda Dee
Terkena kasus penyelewengan dana

Dan yang terakhir, Gayus tambunan
Tidak asing bukan?
Dia terpidana suap dan pencucian uang
Uang pajaklah yang dia makan
Uang pajak, uang rakyat

Ketika uang berkata,
Tidur di kasur empuk
Jika sumpek, nyalakan pendingin ruangan

Ketika uang berkata,
Dilayani dengan sangat memuaskan
Keluar masuk seenaknya

Ketika uang berkata,
Bebas melakukan apa saja
Berkomunikasi dengan siapa saja

Berbeda dengan kami
Dengan aku yang tak berniat mencuri
Dengan Yono yang hanya maling ayam
Dengan penjahat kelas teri lainnya

Ternyata penjara itu tidak selalu sengsara
Hanya jika,
Ketika uang berkata

Itu semua tidak adil, bukan?
Mereka mendapat segalanya dengan uang
Padahal kesalahan mereka lebih berat
Lebih merugikan
Lebih memalukan
Memakan uang,
Yang tak seharusnya mereka makan
Uang rakyat!

Di mana hukum?
Di mana pemerintah?
Di mana ketegasan?
Di mana negara hukum?
Negara yang berdiri tegak atas hukum?

Hatiku semakin sakit
Ketika ingat rumah sakit menolak istriku
Ketika ingat diusir satpam itu
Ketika ingat dihakimi massa
Ketika ingat aku masuk jeruji besi ini
Ketika ingat cerita dari Yono
Ketika melihat ruangan itu
Dan, ketika melihat
Semua itu nyata

Ketika uang berkata,
Aku juga pernah mendengar berita
Tahun 2010 lalu
Arthalyta Suryani alias Ayin
Terpidana kasus suap Jaksa[2]
Mendapat fasilitas mewah dalam penjara
Dia mampu menyulap penjara menjadi istana

Menempati ruangan 8x8 meter
Kasur  empuk, pendingin ruangan
Lemari es, televisi plasma
Meja kerja, peralatan fitnes
Kloset duduk, pancuran air hangat
Itu semua bisa didapatkan
Sekali lagi,
Ketika uang berkata
Kini, kulihat itu benar-benar nyata

Ketika uang berkata,
Ada Ayin, ada Aling
Aling adalah terpidana kasus narkoba
Ruangan yang rapi
Wallpaper tertempel rapi di dindingnya
Dokter kecantikan yang tidak pernah absen
Untuk merawat kulit mereka
Mewah, menyenangkan
Bahkan, hal itu tidak bisa didapat oleh semua orang
Orang yang bebas merdeka sekalipun


Ini merupakan tamparan
Bagi wajah hukum Indonesia
Hukum pun bisa dibeli
Walau di dalam penjara
Masuk akal dan menyakitkan

Beberapa meter dari ruangan itu
Ada kami
Ada kami yang berjubel
Ada kami di ruangan sumpek
Ada kami di ruangan sederhana
Adilkah?

Lusa aku harus mengikuti persidangan
Aku harus ikut walaupun kenyataan menghantuiku
Kenyataan kehilangan
Kenyataan menyakitkan

Pada suatu malam,
Malam yang dingin
Sedingin hatiku
Tanpa dia
Dia  yang telah dulu meninggalkanku

Kurasakan sakit
Dadaku kembali sesak
Paru-paruku kembali nyeri
Tidak seperti biasanya
Sakit yang luar biasa hebatnya
Kutahan sekuat tenaga
Agar tak mengganggu istirahat mereka

Sampai pagi
Sakit itu masih ada
Jam 04.00 tepat
Yono bangun dan menghampiriku
Berusaha simpati terhadapku
Dia memang penghuni paling baik

Berteriak memanggil penjaga
Mengadu kondisiku
Dengan susah payah
Membujuk, agar aku diperbolehkan berobat
Tapi usahanya sia-sia
Aku makin lemah, makin tak berdaya
Kupegang dadaku,
Kutahan rasa sakit itu

Tetap bertahan menahan rasa sakit
Di balik jeruji besi
Dengan Yono yang selalu menopangku
Selalu
Memberi kekuatan padaku
Selalu
Memberi keyakinan padaku
Selalu
Memberi hangatnya persahabatan padaku
Selalu
Memberi kebaikan padaku
Selalu..

Aku sudah tak bisa menahan sakit ini
Tubuhku gemetar
Yono semakin bingung
Hanya bisa menatapku
Miris, iba
Sampai aku berkata
Yono, terimakasih untuk semua ini
Selama ini
Engkau sahabatku yang paling baik
Aku akan bertemu dengan istriku
Di sana...
Rubahlah penjara ini
Menjadi istana..

Ku lihat matanya memerah
Menahan air mata
Yang kemudian air mata itu tumpah
Ketika aku menutup mata
Dan tak mungkin bisa untuk terbuka lagi
Selamanya..[3]


Tuhan, aku bersyukur
Engkau, mengambil istriku
Tapi kau ganti dengan sahabat
Yang selalu ada untukku
Garis hidupku memang sudah seperti ini
Untuk apa menyesal?
Untuk apa berkeluh kesah?

Jalani, syukuri, nikmati
Aku memang beda dengan mereka
Dengan uang
Mereka yang bisa mendapat semuanya
Dengan uang
Mereka yang bisa menikmati semuanya

Kan kurubah ketika uang berkata
Menjadi ketika kebaikan berkata
Ketika hati berkata
Ketika keyakinan berkata
Ketika persahabatan berkata
Ketika takdir berkata
Dan,
Ketika yang lainnya berkata

Setelah aku tiada
Yono menuangkan semuanya
Dalam buku “Penjara The Untold Stories”[4]
Di dalamnya menceritakan kasus suap di LP
Tentang diskriminasi
Diskriminasi yang menyebabkan kerusuhan
Tentang ketidakadilan
Di sana, tercantum namaku
Yang tak mendapat pelayanan medis,
Yang tak seperti mereka

Karena sesungguhnya,
Kita semua mempunyai penjara
Bukan penjara dalam bentuk fisik
Melainkan penjara hidup
Kadang Tuhan memisahkan kita
Dengan dunia dan bahagia
Maka dari itu
Bagaimana cara kita bersyukur,
Bagaimana cara kita bersukacita
Merubah penjara menjadi istana
Tidak dengan uang
Melainkan, dengan cara bersyukur
Dan selalu bersukacita

Selamat tinggal sahabat
Rubahlah penjara menjadi istana...



[1] http://news.liputan6.com/read/383861/diskriminasi-bisa-picu-kericuhan-di-penjara  ; menceritakan kehidupan penghuni Lapas Cipinang; Fikar Malik, Gayus Tambunan, dan Andhika Gumilang
[2] http://www.tnol.co.id/komunitas-bicara/1406-penjara-kok-kayak-istana.html menceritakan fasilitas Tahanan Arthalyta Suryani dan Aling di Rumah Tahanan Pondok Bambu.
[3] http://www.tempo.co/read/news/2013/10/01/064518037/Benget-Pembunuh-Sadis-Istrinya-Sendiri-Tewas menceritakan kasus Benget yang meninggal karena tidak diijinkan berobat oleh hakim dan jaksa penuntut umum (ketidakadilan).
[4] http://news.liputan6.com/read/383861/diskriminasi-bisa-picu-kericuhan-di-penjara Praktik suap di dalam LP rentan akan diskriminasi yang sangat berpotensi pada kerusuhan dalam buku “Penjara The Untold Stories” , dituang oleh mantan narapidana.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright 2009 Fery Mirnawati Powered by Blogger
Blogger Templates created by Deluxe Templates
Wordpress by Ezwpthemes